Kamis, 20 Oktober 2011

PESAN PESAN TERAKHIR RASULULLAH SAW SAAT HAJI WADA

Pada tanggal 9 dzulhijjah, yaitu hari hajji. Beliau, nabi SAW diikuti oleh puluhan ribu kaum muslimin berkumpul di suatu padang yang sangat luas ditengah lembah di kawasan ‘Uranah. Dengan tetap duduk di atas unta, dengan suara kencang beliau mulai berkhutbah. Sekalipun suara beliau sudah keras tapi masih perlu disambung dengan suara yang lebih keras lagi oleh Umayyah bin Khalaf. Setelah beliau memanjatkan Puji syukur ke hadhirat Allah SWT, beliau berkata pada umatnya:

“Hai sekalian manusia, perhatikanlah baik-baik apa yang hendak kukatakan! Aku tidak tahu, kalau-kalau aku tidak akan bertemu lagi dengan kalian semua dalam keadaan seperti sekarang ini.”

“Hai kaum muslimin, ketahuilah bahwa darah (jiwa) dan Harta benda kalian adalah suci bagi kalian, sesuci hari dan bulan yang suci ini., hingga tiba saat kalian pergi menghadap Allah, dan kalian pasti akan menghadapNya. Pada saat itulah kalian dituntut pertanggungjawaban atas segala yang telah kalian perbuat! Ya Allah… itu telah kusampaikan.”

“ Barang siapa yang menanggung beban amanat hendaklah ia menunaikan amanat itu kepada yang berhak menerimanya.”

“ Semua macam riba terlarang, tetapi kalian masih berhak menerima kembali harta pokoknya (modalnya). Dengan demikian kalian tidak berlaku dzalim dan tidak pula diperlakukan dzalim! Allah telah menetapkan bahwa riba tidak boleh dilakukan lagi, dan riba Al-Abbas bin Abdul Mutthalib sudah tidak berlaku!”

“ Semua tuntutan darah (pembalasan jiwa) semasa jahiliyah tidak berlaku lagi, dan tuntutan darah yang pertama kuhapuskan ialah tuntutan darah (jiwa) Ibnu Rabi’ah bin Al-Harits bin Abdul Mutthalib!”

“Hai kaum muslimin, Menukar bulan Hurum (bulan suci) dengan bulan lain adalah perbuatan menambah kekufuran, dan justru karena perbuatan itulah orang-orang kafir bertambah sesat. Mereka menghalalkan perbuatan yang diharamkan dalam bulan suci pada tahun yang satu dan mengharamkan perbuatan yang dihalalkan (dalam bulan-bulan biasa) pada tahun yang lain dengan maksud melengkapi jumlah bulan-bulan suci yang telah ditetapkan Allah”

“ Hai kaum muslimin, zaman berputar semenjak Allah menciptakan langit dan bumi, bilangan bulan menurut hitungan Allah adalah dua belas bulan, empat bulan di antaranya. Adalah bulan-bulan suci, yaitu tiga bulan berturut-turut (Dzulqi’dah, Dzulhijjah, dan Muharram) dan bulan Rajab antara bulan Jumadilakhir dan Sya’ban.”

“ Hai kaum muslimin, sebagaimana kalian mempunyai hak atas istri-istri kalian, merekapun mempunyai hak atas kalian. Hak kalian atas mereka adalah melarang mereka memasukkan lelaki lain yang tidak kalian sukai ke dalam rumah kalian, dan mereka wajib menjaga diri agar jangan sampai berbuat tidak senonoh. Apabila mereka berbuat demikian itu, Allah mengizinkan kalian berpisah tidur dengan mereka, dan kalian boleh memukul mereka satu kali dengan pukulan yang tidak menimbulkan cacad badan. Jika mereka telah menghentikan perbuatan seperti itu, kalian wajib memberi nafkah, sandang-pangan, kepada mereka secara baik-baik. Hendaklah kalian berlaku baik terhadap istri-istri kalian, sebab mereka itu adalah mitra yang membantu kalian dan karena mereka tidak memiliki sesuatu untuk diri mereka sendiri. Kalian telah mengambil mereka sebagai amanat Allah dan kehormatan mereka dihalalkan bagi kalian dengan nama Allah”

“Hai kaum muslimin, camkan baik-baik apa yang kukatakan. Hal itu telah aku sampaikan! Kutinggalkan bagi kalian sesuatu yang jika kalian berpegang teguh padanya. Kalian tidak akan sesat selama-lamanya, yaitu Kitabullah dan Sunnah Rasul-Nya! Soal itu jelas bagi kalian!”

“Hai kaum muslimin, dengarkan dan fahamilah kata-kataku. Kalian pasti mengerti bahwa setiap muslim adalah saudara bagi muslim yang lain, dan segenap kaum muslimin adalah saudara. Namun tidak seorangpun dari kalian yang dihalalkan mengambil sesuatu milik saudaranya (sesama muslim) kecuali diberikan atas dasar kerelaan hatinya. Jangan sekali-kali kalian berlaku dzalim terhadap diri kalian sendiri!”

“Ya Allah, bukankah (semuanya) itu telah kusampaikan?!!” dengan suara gemuruh membelah angkasa, kaum muslimin menyambut: “ya benar ya rasulullah!”. Beliau kemudia mohon disaksikan Allah:” Ya Allah, saksikanlah”.

SEORANG NENEK YANG IKHLAS

Seorang nenek harus berjalan jauh ke pasar di kota untuk menjual bunga cempaka. Itulah kerja hariannya.

Selepas berjualan, beliau singgah dahulu ke masjid di kota untuk bersolat zuhur.
Selepas berdoa dan berwirid sekadarnya, nenek itu akan terlebih dahulu membersihkan dedaun yang berselerakan di halaman masjid. Ini dilakukannya setiap hari di bawah terik matahari. Setelah semua dedaun itu dibersihkan barulah beliau pulang ke desanya.Jemaah dan pengelola masjid kasihan melihat rutin nenek yang demikian.

Suatu hari, pengurus masjid memutuskan untuk membersihkan dedaun yang berselerakan di halaman masjid sebelum nenek itu datang. Fikirnya, usaha itu akan membantu nenek tadi agar tidak perlu bersusah payah membersihkan halaman masjid itu.

Rupanya, niat baik itu telah membuat nenek tersebut menangis sedih.

Dia bermohon supaya dia terus diberi kesempatan membersihkan halaman masjid seperti biasa.

Akhirnya, pihak masjid terpaksa membiarkan situasi berjalan seperti biasa supaya nenek itu tidak lagi hiba.

Satu ketika apabila ditanyakan seorang kiai mengapa nenek tersebut perlu melakukan hal itu, nenek tersebut menjawab:

“Saya ini perempuan bodoh, kiai. Saya tahu amal-amal saya yang kecil ini mungkin juga tidak benar dijalankan. Saya tidak mungkin selamat pada hari kiamat tanpa syafaat Rasulullah sollallahu `alaihi wasallam.
“Setiap kali saya mengambil selembar daun, saya ucapkan satu selawat kepada Rasulullah sollallahu `alaihi wasallam. Kelak jika saya mati, saya ingin Rasulullah menjemput saya.
“Biarlah semua dedaun ini bersaksi bahwa saya telah membacakan selawat kepadanya.”

Allah SWT berfirman :

إِنَّ اللَّهَ وَمَلَائِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِيِّ يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيما

“Sesungguhnya Allah dan Malaikat-Nya bershalawat kepada Nabi. Wahai orang-orang yang beriman bershalawat salamlah kepadanya. (QS Al-Ahzab 33: 56)

Rasulullah SAW bersabda :
“Tidak seorang pun yang memberi salam kepadaku kecuali Allah akan menyampaikan kepada ruhku sehingga aku bisa menjawab salam itu. (HR Abu Dawud dari Abu Hurairah. Ada di kitab Imam an-Nawawi, dan sanadnya shahih).

Mudah-mudahan kita dapat sama-sama menghayati keikhlasan sifat nenek yang mulia itu.

TANGISAN RASULULLAH MENGUNCANGKAN ARASY ALLAH SWT

Dikisahkan, bahwasanya di waktu Rasulullah s.a.w. sedang asyik bertawaf di Ka’bah, beliau mendengar seseorang di hadapannya bertawaf, sambil berzikir: “Ya Karim! Ya Karim!”

Rasulullah s.a.w. menirunya membaca “Ya Karim! Ya Karim!” Orang itu Ialu berhenti di salah satu sudut Ka’bah, dan berzikir lagi: “Ya Karim! Ya Karim!” Rasulullah s.a.w. yang berada di belakangnya mengikut zikirnya “Ya Karim! Ya Karim!” Merasa seperti diolok-olokkan, orang itu menoleh ke belakang dan terlihat olehnya seorang laki-laki yang gagah, lagi tampan yang belum pernah dikenalinya. Orang itu Ialu berkata:

“Wahai orang tampan! Apakah engkau memang sengaja memperolok-olokkanku, karena aku ini adalah orang Arab badwi? Kalaulah bukan kerana ketampananmu dan kegagahanmu, pasti engkau akan aku laporkan kepada kekasihku, Muhammad Rasulullah.”

Mendengar kata-kata orang badwi itu, Rasulullah s.a.w. tersenyum, lalu bertanya: “Tidakkah engkau mengenali Nabimu, wahai orang Arab?” “Belum,” jawab orang itu. “Jadi bagaimana kau beriman kepadanya?”

“Saya percaya dengan mantap atas kenabiannya, sekalipun saya belum pernah melihatnya, dan membenarkan perutusannya, sekalipun saya belum pernah bertemu dengannya,” kata orang Arab badwi itu pula.

Rasulullah s.a.w. pun berkata kepadanya: “Wahai orang Arab! Ketahuilah aku inilah Nabimu di dunia dan penolongmu nanti di akhirat!” Melihat Nabi di hadapannya, dia tercengang, seperti tidak percaya kepada dirinya.

“Tuan ini Nabi Muhammad?!” “Ya” jawab Nabi s.a.w. Dia segera tunduk untuk mencium kedua kaki Rasulullah s.a.w. Melihat hal itu, Rasulullah s.a.w. menarik tubuh orang Arab itu, seraya berkata kepadanya:

“Wahal orang Arab! janganlah berbuat serupa itu. Perbuatan seperti itu biasanya dilakukan oleh hamba sahaya kepada juragannya, Ketahuilah, Allah mengutusku bukan untuk menjadi seorang yang takabbur yang meminta dihormati, atau diagungkan, tetapi demi membawa berita.

Ketika itulah, Malaikat Jibril a.s. turun membawa berita dari langit dia berkata: “Ya Muhammad! Tuhan As-Salam mengucapkan salam kepadamu dan bersabda: “Katakanlah kepada orang Arab itu, agar dia tidak terpesona dengan belas kasih Allah. Ketahuilah bahawa Allah akan menghisabnya di hari Mahsyar nanti, akan menimbang semua amalannya, baik yang kecil maupun yang besar!” Setelah menyampaikan berita itu, Jibril kemudian pergi. Maka orang Arab itu pula berkata:

“Demi keagungan serta kemuliaan Tuhan, jika Tuhan akan membuat perhitungan atas amalan hamba, maka hamba pun akan membuat perhitungan dengannya!” kata orang Arab badwi itu. “Apakah yang akan engkau perhitungkan dengan Tuhan?” Rasulullah bertanya kepadanya. ‘Jika Tuhan akan memperhitungkan dosa-dosa hamba, maka hamba akan memperhitungkan betapa kebesaran maghfirahnya,’ jawab orang itu. ‘Jika Dia memperhitungkan kemaksiatan hamba, maka hamba akan memperhitungkan betapa keluasan pengampunan-Nya. Jika Dia memperhitungkan kekikiran hamba, maka hamba akan memperhitungkan pula betapa kedermawanannya!’

Mendengar ucapan orang Arab badwi itu, maka Rasulullah s.a.w. pun menangis mengingatkan betapa benarnya kata-kata orang Arab badwi itu, air mata beliau meleleh membasahi Janggutnya. Lantaran itu Malaikat Jibril turun lagi seraya berkata:

“Ya Muhammad! Tuhan As-Salam menyampaikan salam kepadamu, dan bersabda: Berhentilah engkau dari menangis! Sesungguhnya karena tangismu, penjaga Arasy lupa dari bacaan tasbih dan tahmidnya, sehingga la bergoncang. Katakan kepada temanmu itu, bahwa Allah tidak akan menghisab dirinya, juga tidak akan memperhitungkan kemaksiatannya. Allah sudah rnengampuni semua kesalahannya dan la akan menjadi temanmu di syurga nanti!” Betapa sukanya orang Arab badwi itu, mendengar berita tersebut. la Ialu menangis karena tidak berdaya menahan keharuan dirinya.

Senin, 26 September 2011

Sa'd al-Salmi Menikahi Bidadari

PADA zaman Rasulullah Saw. tersebutlah Sa’d al-Salmi, salah satu sahabat yang seluruh hidupnya diserahkan untuk berjuang dami mengibarkan bendera Islam. Satu ketika, dia bertanya kepada Nabi: “Ya Rasulullah, apakah hitamnya kulitku dan buruknya wajahku akan menghalang-halangiku dari masuk surga?” Itu adalah pertanyaan yang dia kemukakan sebagai ungkapan rasa putus asa atas kenyataan yang menimpanya sebagai manusia biasa. Secara fisik, memang Sa’d masih jauh untuk dikatakan pria tampan, ditambah lagi kulitnya yang hitam.
“Tidak! Demi Dzat yang jiwaku berada dalam kekuasaan-Nya. Apakah engkau tidak percaya pada Tuhanmu dan dengan apa yang dibawa oleh Rasul-Nya?” Demikian Rasulullah menjawab, sembari beliau menaruh rasa penasaran akan pertanyaan yang sederhana ini, tapi tentunya ada alasan tersendiri yang beliau belum mengetahuinya.
Kemudian Sa’d menjawab, “Demi Dzat yang telah memuliakanmu dengan sifat kenabian. Sungguh aku telah bersyahadat bahwa tiada tuhan yang berhak disembah selain Allah, dan sungguh Muhammad adalah hamba dan utusan-Nya, sebelum saya duduk di sini 8 bulan yang lalu. Aku telah meng-khithbah orang-orang yang ada di depanmu dan mereka yang tidak menyertaimu. Tapi semuanya menolak karena hitam dan jeleknya rupaku. Sungguh cukup bagiku Bani Tsaqif, tapi begitulah, hitamku ini jadi penghalang.”
Rupanya alasan inilah yang menarik hati Sa’d bertanya perihal surga. Dia merasa pesimis akan keadaannya, hingga memaksa untuk mengutarakannya kepada Nabi. Lalu Nabi menanyakan kepada sahabat yang lain, “Adakah Amr bin Wahab sekarang?” Amr adalah salah satu sahabat yang baru saja masuk Islam dari Bani Tsaqif.
“Tidak ada, ya Rasulullah,” jawab mereka.
Kemudian Rasulullah menanyakan kepada Sa’d, “Apakah engkau tahu di mana rumah Amr?”
“Ya, saya tahu rumahnya,” jawab Sa’d.
“Pergilah ke sana. Ketuk pintu rumahnya dengan ketukan yang lembut. Ucapkan salam. Kemudian setelah engkau masuk, katakan kepadanya bahwa Rasulullah Saw. akan menikahkan aku dengan putrimu.” Amr bin Wahab ternyata memiliki putri yang cantik lagi cerdas.
Perintah ini akhirnya dilaksanakan oleh Sa’d dengan penuh percaya diri dan hatinya begitu yakin atas perintah Nabi ini. Tapi pada kenyataannya, di saat Sa’d melaksanakan semua itu, Amr menolak dengan tegas pernyataan Sa’d meskipun itu perintah Nabi. Barangkali terbesit dalam hatinya ketidak percayaan bahwa putrinya yang cantik harus menikah dengan pemuda yang buruk rupa dan hitam lagi. Bahkan menuduh Sa’d berbohong dengan menjual nama Nabi untuk diambil keuntungan di balik nama besar beliau. Karena merasa gagal, maka kembalilah Sa’d kepada Rasulullah, pada saat dia kembali inilah sang putri mengutarakan sesuatu kepada ayahnya,
“Wahai ayahandaku, ini adalah keberuntungan. Sungguh ini keberuntungan. Kalau memang Rasulullah hendak menikahkan diriku dengan pemuda tadi, maka diriku benar-benar ridha atas apa yang Allah dan Rasul-Nya ridhai!”
Sungguh tulus jawaban putri Amr bin Wahab, dia benar-benar menyerahkan semuanya pada kehendak Allah dan Rasul-Nya. Ia tidak melihat orang yang diperintah tapi dia melihat siapa yang memerintah. Sungguh hanya ketinggian iman yang bisa menumbuhkan rasa ini. Mendengar penuturan putri kesayangannya, dengan segera Amr meminta klarifikasi kepad Nabi. Sesampai di rumah Rasulullah, dia duduk bersimpuh dan siap menerima apa yang akan terjadi. Pada saat itu, Rasulullah bersabda,
“Kamukah orangnya yang menolak perintah Rasulullah?”
Amr menjawab, “Kekasihku, memang benar aku melakukannya dan aku meminta ampunan kepada Allah atas apa yang sudah aku lakukan. Aku kira dia berbohong dengan apa yang dia utarakan. Kalau memang dia benar maka sungguh aku nikahkan dia dengan putri kesayanganku. Dan aku berlindung kepada Allah dari murka-Nya dan murka Rasul-Nya. Dan nikahkan putriku dengan Sa’d dengan mas kawin 400 dirham.”
Kemudian Rasulullah bersabda kepada Sa’d, “Pergilah kepada istrimu, kumpulilah dia.”
Lalu Sa’d menjawab, “Demi Dzat yang mengutusmu dengan haq sebagai Nabi, ya Rasulullah, sungguh aku tak punya apa-apa hingga aku meminta pada saudara-saudaraku.”
Rupanya, Sa’d bukan hanya hitam dan buruk rupa, tapi juga miskin. Kemudian Rasulullah Saw. bersabda, “Mahar istrimu masih ada pada tiga golongan orang mukmin. Pergilah kepada Utsman bin Affan, mintalah 200 dirham darinya. Lalu pergilah kepada Abdurrahman bin Auf dan ambillah 200 dirham, terakhir kunjungilah Ali dan ambillah darinya 200 dirham pula!”
Akhirnya Sa’d melaksanakan perintah Rasulullah ini, bahkan dari tiap-tiap sahabat Nabi yang diminta, dia selalu mendapatkan pemberian yang lebih dan Sa’d mendapatkan uang yang lebih banyak dari 400 dirham yang ditargetkan.
Kebahagiaan meliputi hati Sa’d karena secara fisik jauhlah ia dikatakan pemuda yang tampan. Tapi justru mendapatkan seorang istri yang cantik dan shalihah. Kemudian di saat dia membelanjakan uangnya, terdengarlah pengumuman yang mengejutkan, bahwa Rasulullah memerintahkan kewajiban jihad fi sabilillah sepada seluruh umat Islam. Ujian yang tidak ringan bagi Sa’d. Baru saja dia merengkuh kebahagiaan yang dia cari sekian lama, ternyata panggilan jihad lebih indah terngiang di telinga jiwanya dibanding nikmatnya bercengkerama dengan istri yang ia dambakan sebelumnya. Sa’d lebih memilih jihad fi sabilillah li i’la-i kalimatillah sebagai bukti cinta kepada Allah dan Rasul-Nya. Dengan lantang dia berkata,
“Sungguh! Hari ini akan kujadikan dirham-dirhamku untuk sesuatu yang Allah dan Rasul-Nya serta seluruh kaum muslimin cintai!” Lalu Sa’d membelanjakan dirhamnya untuk membeli peralatan perang, mulai dari kuda, pedang, tombak, tameng, sampai baju besi baja berwarna hitam dan dengan gagah berani dia bertempur bersama pasukan Muhajirin yang lain.
Kehendak Allah adalah ketetapan yang harus diterima oleh seluruh makhluk-Nya. Sa’d ternyata ditakdirkan untuk meninggalkan kenikmatan yang belum ia tengkuh seluruhnya. Ia adalah salah satu dari sekian ratus pasukan Islam yang terluka parah, luka-luka yang ia derita memaksanya untuk melepas baju kefanaan dunia. Pada saat evakuasi korban, ditemukanlah seonggok tubuh terbungkus baju besi berbalut luka yang cukup serius. Sahabat Nabi yang lain tidak mengenali sesosok pemuda di balik baju besi itu dan sampai-sampai Ali pun salah mengira akan identitas pemakainya. Ini tiada lain karena Sa’d bukanlah sahabat Nabi yang banyak orang lain mengenalnya. Nabi baru mengenalnya setelah melihat warna hitam baju perang yang dia pakai. Itupun Rasulullah masih bertanya,
“Engkaukah Sa’d al-Salmi?”
Sa’d menjawab, “Ya!”
Lalu, dengan penuh haru, Rasulullah mengangkat kepada Sa’d ke pangkuan beliau. Dia mengusap dengan tangannya sendiri debu yang mengotori wajah Sa’d. Seorang ksatria Islam yang gagah berani telah meninggalkan dunia yang fana. Rasulullah bersabda, “Anak muda, sungguh sangatlah harum semerbak aromamu karena besarnya cintamu pada Allah dan Rasul-Nya.”
Kemudian Rasul pun menitikkan air mata, tapi sungguh mengejutkan karena sesaat kemudian beliau malah tertawa. Lalu memalingkan wajahnya.
Abu Lubabah dengan penuh rasa penasaran menanyakan kepada beliau, “Ya Rasulullah, kenapa engkau menangis kemudian tertawa lalu memalingkan wajahmu?”
Beliau menjawab, “Tangisanku adalah tangisan rindu kepada Sa’d, sedangkan tertawaku karena bahagia melihat derajat kemuliaan yang Sa’d peroleh di hadapan Allah, aku memalingkan wajah karena aku malu melihat bidadari berputar-putar mengelilingi Sa’d menjadi istri-istrinya.” Subhanallah

KALAM AL HABIB ABDULLOH BIN MUHSIN ALATTAS ( HAKIKAT PENGABULAN DOA )





Habib ‘Abdullah bin Muhsin Alatas
Hakikat Pengabulan Doa

SESUNGGUHNYA ketika engkau berdoa kepada Allâh Jalla wa ‘Alâ, maka Allâh menjawab doamu. Jika engkau berkata, “Wahai Tuhanku,” maka Dia berkata, “Labbaik hamba-Ku.” Setiap doa pasti dijawab oleh Allâh. Adapun mengenai permintaan yang kau ajukan dalam doamu, maka Allâh akan melihatnya terlebih dahulu. Jika yang kau minta itu baik dan bermanfaat untukmu, maka Allâh akan memberikannya. Tetapi, jika yang kau minta itu buruk dan tidak bermanfaat untukmu, maka Allâh tidak akan memberikannya. Allâh hanya akan memberikan sesuatu yang menurut-Nya baik untukmu, bukan sesuatu yang menurut-Nya buruk meskipun menurutmu baik. Sesungguhnya apa yang kau pinta itu akan Dia berikan sesuai dengan ilmu-Nya. Sebagai contoh, jika anakmu yang masih kecil yang kau sayangi datang menemuimu dan meminta sesuatu yang akan membahayakan dirinya sedangkan dia tidak tahu bahwa apa yang dia minta itu berbahaya baginya, apa yang akan kau lakukan? Kau akan mengabulkan permintaannya atau menolaknya? Dengan cara demikian sesungguhnya penolakanmu adalah sebuah pemberian, sebab engkau mencegahnya dari sesuatu yang akan membahayakan dirinya. Begitulah perlakuan Allâh kepada hamba-hamba-Nya. Allâh selalu memilihkan yang terbaik bagi mereka, sebab Dia menyayangi mereka lebih daripada kasih sayang mereka kepada dirinya sendiri. Dan Dia lebih mengasihi mereka daripada kedua orang tua mereka

Sabtu, 24 September 2011

MANAQIB AL HABIB SHOLEH BIN MUHSIN AL HAMID ( TANGGUL )

HABIB SHOLEH BIN MUHSIN AL HAMID ( TANGGUL JEMBER JAWA TIMUR)

                                                                                                   Beliau adalah seorang wali qhutub yang lebih dikenal Dengan nama habib Sholeh Tanggul, Ulama karismatik yang berasal dari Hadro maut pertama kali melakukan da’wahnya ke Indonesia sekitar tahun 1921 M dan menetap di daerah tanggul Jember Jawa timur. Habib Sholeh lahir tahun 1313 H dikota Korbah , ayahnya bernama Muhsin bin Ahmad juga seorang tokoh Ulama dan Wali yang sangat di cintai masyarakat , Ibunya bernama Aisyah ba umar

Sejak Kecil Habib sholeh gemar sekali menuntut ilmu , beliau banyak belajar dari ayahandanya yang memang seorang Ahli ilmu dan Tashauf , berkat gembelengan dan didikan dari ayahnya Habib sholeh memilki kegelisahan Batiniyah yang rindu akan Alloh Swt dan Rindunya Kepada Rosululloh SAW, akhirnya beliau melakukan Uzlah ( Mengasingkan diri) selama hampir 7 tahun sepanjang waktu selama beruzlah Habib Sholeh memperbanyak Baca al quran , Dzikir dan membaca Sholawat . Hingga Akhirnya Habib Sholeh Di datangi Oleh tokoh Ulama yang juga wali Quthub Habib Abu bakar bin Muhammad assegaf dari Gresik, Habib Sholeh Diberi sorban hijau yang katanya Sorban tersebut dari Rosululloh SAW dan ini menurut Habib Abu bakar assegaf adalah suatu Isyarat bahwa Gelar wali Qhutub yang selama ini di sandang oleh habib Abubakar Assegaf akan diserahkan Kepada Habib Sholeh Bin Muhsin , Namun Habib sholeh Tanggul merasa bahwa dirinya merasa tidak pantas mendapat gelar Kehormatan tersebut. Sepanjang Hari habib Sholeh tanggul Menangis memohon kepada Alloh Swt agar mendapat Petunjuknya.

Dan suatu ketika habib Abyubakar Bin Muhammad assegaf gresik mengundang Habib sholeh tanggul untuk berkunjung kerumahnya , setelah tiba dirumah habib Abubakar Bin Muhammad assegaf menyuruh Habib Sholeh tanggul untuk melakukan Mandi disebuah kolam Milik Habib Abu bakar Assegaf , setelah mandi habib Sholeh tanggul di beri Ijazah dan dipakaikan Sorban kepadanya. Dan hal tersebut merupakan Isyarat Bahwa habib Abubakar Bin Muhammad Assegaf telah memberikan Amanat kepada Habib sholeh tanggul untuk melanjutkan Da’wak kepada masyrakat.

Habib Sholeh mulai melakukan berbagai aktifitas dakwahnya kepada Masyarakat, dengan menggelar berbagai Pengajian-pengajian . Kemahiran beliau dalam penyampaian dakwahnya kepada masyarakat membuat beliau sangat dicintai , dan Habib sholeh Mulai dikenal dikalangan Ulama dan habaib karena derajat keimuan serta kewaliaan yang beliau miliki. Habib sholeh tanggul sering mendapat Kunjungan dari berbagai tokoh ulama serta habaib baik sekedar untuk bersilahturahim ataupun untuk membahas berbagai masalah keaganmaan, bahkan para ulama serta habaib di tanah air selalu minta didoakan karena menurut mereka doa Habib sholeh tanggul selalu di kabulkan oleh alloh SWt, Pernah suatu ketika habib Sholeh tanggul berpergian dengan habib Ali Al habsy Kwitang dan Habib ali bungur dalam perjalanan Beliau melihat kerumunan Warga yang sedang melaksanakan sholat Istisqo’ ( Sholat minta hujan ) karena musim kemarau yang berkepanjangan , lalu Habib sholeh Memohon kepada alloh Untuk menurunkan Hujan maka seketika itupula hujan turun. Beliau berpesan kepada jama’ah Majlis ta’limnya apabila do’a-doa kita ingin dikabulkan oleh Alloh Swt jangan sekali-kali kita membuat alloh murka dengan melakukan Maksiyat, Muliakan orang tua mu dan beristiqomalah dalam melaksanakan sholat subuh berjama’ah.

Habib Sholeh berpulang kerahmatulloh pada tanggal 7 sawal 1396 h atau sekitar tahun 1976, hingga sekarang Karomah beliau yang tampak setelah beliau meninggal adalah bahwa maqom beliau tidak pernah sepi dari para jamaah yang datang dari berbagai daerah untuk berziarah apalagi waktu perayaan haul beliau yang diadakan setiap hari kesepuluh dibulan syawal ribuan orang akan tumpah ruah kejalan untuk memperingati Khaul beliau.


Jumat, 23 September 2011


Cerita dari Habib Hasan bin Ja’far Assegaf (Nurul Mustafa) tentang Al Habib Abdullah bin Abdulqadir Bil Faqih


Cerita dari Habib Hasan bin Ja’far Assegaf (Nurul Mustafa) tentang Al Habib Abdullah bin Abdulqadir Bil Faqih

Aku Mendengar dari guruku, as-sayyid al-walid habibana Hasan bin ja’far assegaf,dan bliau sendiri yg mengalaminya.
suatu ketika,semasa habib Hasan di pesantren darul hadist malang, beliau dipanggil oleh gurunya untuk membuat teh 2 gelas,lalu habib Hasan bingung berfikir dalam hati beliau, kan ga ada tamu kok minta bikin 2 gelas teh…
krena printah guru bsar,beliau turuti….
Singkat cerita jadilah teh itu dibawa kehadapan guru beliau Habib Abdullah bin Abdulqadir Bil Faqih. lalu habib Hasan berfikir,klo teh itu untuk beliau berdua. Ternyata Habib Hasan disuruh keluar,ya Hasan ente boleh keluar (perkataan Habib Abdullah Bil Faqih).

lalu Habib Hasan keluar,dari kejauhan Habib menunggu tamu siapa yg akan datang. Dan lalu tiba-tiba datang tukang siomay berpakaian compang camping dengan mengenakan handuk kcil dilehernya, lalu tukang siomay itu diciumi kening dan pipinya oleh gurunya Habib Hasan. Dan tekang siomay itu memegang jenggot gurunya, dalam hati Habib Hasan bertanya-tanya siapa dia lancang sekali tidak lama kemudian, karena Habib Hasan perutnya sakit beliau menuju belakang (kamar mandi), tidak selang lama panggilan adzan datang. Lalu Habib Hasan buru-buru menuju masjid, dan ketika sebelum sampai masjid bertemu guru beliau al Habib Abdullah bin Abdulqadir bin Ahmad Bil Faqih lalu beliau bercakap-cakap dengan Habib Hasan,
“ya Hasan kmana td ente”, dg polosnya beliau jawab
“ane ke belakang bib sakit perut”,
lalu guru bliau bilang lagi,
“coba tadi ente sabar sebentar menunggu ane,ane ajak salaman ma beliau”
Habib Hasan kaget dan berkata, “kan cuma tukang siomay ya Habib”. lalu guru beliau berkata
“enak aje ente,ente liat pake kaca mata gag.itu nabi yaallah khidir yg bertamu ama ane,klo bliau pake gamis n imamah rapih,org2 pada mau salaman”
subhanallah,ini terjadi waktu tahun 80an